Thursday, 10 October 2013

PENGARUH HARGA KEDELAI TERHADAP MAKANAN OLAHAN KEDELAI PADA TAHUN 2012

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI

PENGARUH HARGA KEDELAI TERHADAP MAKANAN OLAHAN KEDELAI DAN IMPORT KEDELAI PADA TAHUN 2012
Disusun Oleh:
Nama             : Sherly Selestin
NPM               : 26211739
Kelas              : 3EB02
Jurusan         : Akuntansi

Diajukan guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2#
DEPOK
2013


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT. seiring dengan selesainya tugas penulisan”PENGARUH HARGA KEDELAI TERHADAP MAKANAN OLAHAN KEDELAI DAN IMPORT KEDELAI PADA TAHUN 2012” yang merupakan judul penulisan ilmiah yang disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2#.
Penulisan ilmiah ini terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karaya ilmiah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada karya ilmiah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya.
Akhir kata tiada sesuatu apapun yang sempurna di dunia ini, demikian pula dengan penulisan ilmiah ini. Semoga penulisan ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Depok,   Oktober 2013


Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah………………………………………………….1
1.2  Ruang Lingkup…………………………………………………………….2
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kondisi pangan di Indonesia……………………………………………..4
2.2 Dampak harga kedelai terhadap import kedelai dan nasib pengrajin makanan olahan……………………………………………………………….5
2.3 Rutinitas Impor Kedelai…………………………………………………...6
2.4 Subsidi Kedelai…………………………………………………………….8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………9
3.2 Saran………………………………………………………………………..9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…….iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Kedelai sebagai salah satu komoditi pertanian yang berperan sebagai sumber daya penghasil protein terbaik manusia merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan akan nutrisi pada tubuh manusia. Selain itu, bagi masyarakat Indonesia kedelai telah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan penggunaan kedelai tersebut sebagai bahan lauk-pauk dan pelengkap makanan lainnya, seperti pengolahannya menjadi tempe, tahu, dan kecap. Hal tersebut mengakibatkan tingginya permintaan kedelai di pasar dalam negeri terutama untuk memenuhi permintaan rumah tangga. Sementara itu ironisnya, produksi kedelai dari dalam negeri sendiri justru terus mengalami penurunan bahkan mengakibatkan peningkatan terhadap kuantitas kedelai impor di pasar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun industri di dalam negeri.
Semakin menurunnya kuantitas produksi kedelai dalam negeri ini menurut Wakil Menteri Perdagangan diakibatkan oleh adanya penurunan luas lahan daripada areal pertanian sendiri, seperti semakin gencarnya alih fungsi lahan pertanian menjadi area pemukiman dan lainnya. Selain itu, permasalahan ini juga disebabkan oleh kurangnya insentif yang dimiliki petani untuk membeli bibit kedelai, dan rendahnya daya saing kedelai Indonesia dengan komoditi kedelai impor yang notabene justru memiliki harga yang jauh lebih murah dibanding kedelai lokal.


1.2  Ruang Lingkup
·         Menjelaskan bagaimana pengaruh harga kedelai terhadap makanan olahan kedelai
·         Menjelaskan bagaimana pengaruh harga kedelai terhadap import kedelai pada awal tahun 2013
·         Menjelaskan apa saja bantuan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan harga kedelai yang melonjak tajam
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1     Tujuan
Adapun tujuan penulis membahas pengaruh harga kedelai adalah:
·         Untuk mengetahui bagaimana pengaruh harga kedelai terhadap makanan olahan kedelai
·         Untuk mengetahui bagaimana pengaruh harga kedelai terhadap import kedelai pada awal tahun 2013
·         Untuk mengetahui apa saja bantuan dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan harga kedelai yang melonjak tajam
1.3.2     Manfaat
Manfaat yang didapat dalam pembahasan ini adalah:
·         Agar penulis dan pembaca dapat lebih memahami faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan harga kedelai yang terjadi hampir diseluruh kota besar di Indonesia.
·         Diharapkan dapat menjadi masukkan untuk pemerintah agar harga kedelai tetap stabil terhadap perekonomian perdagangan di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kondisi pangan di Indonesia
Kondisi krisis pangan di Indonesia tahun ini cukup mengkhawatirkan. Di tengah harga pangan dunia yang melonjak, ancaman terjadinya kekurangan pasokan kini menghantui Indonesia. Hal itu ditandai dengan terus melonjaknya harga bahan pangan. Kondisi tersebut tentu semakin memberatkan beban hidup masyarakat, terutama rakyat miskin.
Harga kedelai, misalnya, terus meningkat, dari sekitar Rp 3.800 tahun lalu, kini telah mencapai Rp 6.800 bahkan hingga Rp 8.000 per kg. Kenaikan tersebut sebagai dampak pemenuhan kebutuhan kedelai nasional masih harus diimpor, sehingga sangat rentan dengan fluktuasi harga di pasar internasional.
Kondisi ini sejalan dengan peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), bahwa tahun ini dunia terancam krisis pangan, sebagai dampak dari perubahan iklim. Sejak tahun lalu, harga komoditas pangan meningkat tajam, akibat kurangnya pasokan dari seluruh dunia.
Kenaikan harga kedelai, sangat memukul rakyat miskin di Indonesia. Sebab, kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe, di mana sebagian besar produsennya adalah kelompok usaha kecil dan menengah. Tak hanya perajin tahu tempe yang mengalami kesulitan karena melonjaknya harga kedelai, konsumen rakyat kecil juga terkena dampaknya. Hal itu mengingat tahu dan tempe merupakan sumber gizi protein yang harganya relatif paling terjangkau oleh daya beli masyarakat miskin.

2.2 Dampak harga kedelai terhadap import kedelai dan nasib pengrajin makanan olahan
Kebergantungan yang tinggi pada kedelai impor, membuat para perajin tahu tempe kesulitan untuk beradaptasi dengan kondisi harga yang tinggi. Sebab, mereka harus berhadapan dengan kenyataan masih rendahnya daya beli mayoritas konsumen. Tidak banyak alternatif untuk menyiasati kenaikan harga kedelai tersebut. Sampai saat ini, belum ditemukan komoditas biji-bijian yang bisa menjadi substitusi bahan baku tahu dan tempe, sehingga pengusaha tak kelimpungan manakala harga kedelai melambung seperti saat ini. Alhasil, upaya untuk menyiasatinya hanyalah menaikkan harga jual atau memperkecil ukuran produk. Tentu saja hal itu akan merugikan konsumen, yang umumnya rakyat kecil.
Dampak dari melambungnya harga kedelai sungguh nyata. Gabungan Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Gakopttindo) mencatat, dari sekitar 115.000 perajin tahu tempe di Indonesia, 5.000 di antaranya telah gulung tikar. Mereka yang terpaksa menutup usahanya adalah pengusaha kecil dan menengah yang umumnya mempekerjakan dua hingga tiga tenaga kerja. Dari situ terlihat bahwa dampaknya puluhan ribu orang menganggur, dan masih banyak lainnya yang terancam bernasib sama.
Selama ini, kebutuhan kedelai untuk 115.000 pengusaha tahu tempe mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 1,5 miliar kg per tahun. Jika kenaikan harga kedelai rata-rata Rp 2.000 per kg, berarti ada Rp 3 triliun, atau rata-rata Rp 30 juta per pengusaha per tahun, yang seharusnya menjadi pendapatan mereka. Gambaran ini tentu sangat merugikan.
Secara umum, kenaikan harga kedelai juga sangat berpotensi mendorong laju inflasi tahun ini. Sejak awal Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan potensi inflasi tinggi 6,96 persen, melampaui target pemerintah 5,3 persen. Faktor pemicunya adalah lonjakan harga beras. Kondisi tersebut berlanjut pada Januari 2011, di mana BPS mencatat inflasi bulanan mencapai 0,89 persen, dan inflasi year on year mencapai 7,02 persen. Dari laju inflasi 0,89 persen tersebut, komponen bahan makanan menyumbang 0,57 persen, jauh di atas komponen inflasi lainnya.
Problem mahalnya harga kedelai dalam sepekan yang menembus kisaran Rp 9.000 per kilogram (kg), membuat para pengrajin tahu dan tempe terancam menghentikan produksinya.  Sejumlah media massa memberitakan bahwa di beberapa daerah banyak pengrajin tahu dan tempe mengeluhkan tingginya harga kedelai. Mereka menggantungkan pada tempe sebagai  bahan baku produksi tahu dan tempe. Untuk tetap bertahan, mereka melakukan berbagai strategi, misalnya dengan memperkecil ukuran dan volume hingga mencapai 50% dari biasanya.
Sampai kapan para pengrajin itu akan mampu bertahan? Sementara rupiah masih cenderung melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Rupiah anjlok dari  Rp 9.800 per dolar AS,  saat ini mendekati Rp 11.000 per dolar AS.
Konsumsi kedelai di Indonesia dalam setahun mencapai 2,25 juta ton, sementara jumlah produksi nasional mampu memasok kebutuhan kedelai hanya sekitar 779 ribu ton. Kekurangan pasokan sekitar 1,4 juta ton, ditutup dengan kedelai impor dari Amerika Serikat (Kemendag, 2013).
Pemerintah melalui Perum Bulog melakukan impor kedelai dengan mengacu pada  Keputusan Presiden Nomor 23 tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden RI pada 8 Mei 2013. Dalam jangka pendek, impor  diharapkan mampu menjaga stabilitas harga kedelai, dan  membatasi munculnya spekulan.

2.3 Rutinitas Impor Kedelai
Produksi kedelai dalam negeri ternyata belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik dalam setahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap tahun Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika Serikat (AS) dan Brazil yang mencapai 70-80% dari total kebutuhan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian tingkat kebutuhan konsumsi kedelai masyarakat Indonesia setiap tahunnya mencapai kisaran 2,2-2,5 juta ton, sedangkan kemampuan produksi dalam negeri hanya mencapai 700-800 ribu.
Produktivitas dan Produksi Kedelai Berdasarkan Luas Panen di Indonesia
Tahun 2008-2011
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ku/Ha)
2008
590 956
775 710
13,13
2009
722 791
974 512
13,48
2010
660 823
907 031
13,73
2011
631 425
870 068
13,78
Sumber: BPS, 2012
Dari table produksi kedelai nasional dari tahun 2008 sampai 2011 mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Pada tahun 2011 terjadi penurunan menjadi 870.068 ton sehingga tidak bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai nasional dilihat dari data konsumsi permintaan kedelai Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI, 2012), yaitu rata-rata kebutuhan sebanyak 1,8 juta ton.
Dengan kondisi demikian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah mau tidak mau harus melakukan pengadaan impor kedelai.

2.4 Subsidi Kedelai
Untuk menjamin kelangsungan produksi tahu dan tempe, pemerintah perlu memberi berbagai insentif di sektor pertanian dan pemberian subsidi kepada para produsen . BPS mencatat terdapat 115 ribu unit usaha tahu dan tempe di seluruh Indonesia , yang  kebanyakan tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, Jakarta dan kota besar lainnya.
Tingkat harga kedelai saat ini sudah dalam batas kewajaran dengan selisih harga yang jauh dari harga jual komoditas kedelai di tingkat pengrajin (HJP) Tahu/Tempe yang telah ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 7.700 per kilogram sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.37/M-DAG/PER/7/2013, sehingga perlu upaya mendesak dilakukan berupa pemberian subsidi harga kepada pengrajin tahu dan tempe sebesar Rp 1000 per kilogram.
Adapun pengrajin tahu dan tempe yang mendapatkan subsidi harga sebaiknya dibatasi berdasarkan rasio jumlah kebutuhan kedelai mencapai 100 kilogram karena lebih dari 100 kilogram biasanya sudah termasuk pengrajin besar ataupun sekelas supermarket.
Pemerintah juga diharapkan terus mendukung dan membantu bagi upaya para petani kedelai di Indonesia, terutama mengenai perbaikan kondisi infrastruktur, pemberian kredit, dan bantuan pasca panen dengan tidak melupakan tolak ukur yang sangat penting, adalah bagaimana suatu kebijakan dapat mensejahterakan masyarakat secara umum sekaligus mewujudkan ketahanan pangan yang diinginkan. 


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melihat kenyataan tersebut, tak tertutup kemungkinan ke depan kedelai akan memicu lonjakan inflasi kelompok bahan pangan, yang pada akhirnya mendorong laju inflasi secara keseluruhan. Tentu saja ancaman tersebut adalah kabar buruk bagi perekonomian nasional. Rakyat akan semakin menjerit akibat beban hidup yang bertambah berat. Pengusaha pun terhimpit oleh biaya produksi yang tinggi dan anjloknya daya beli konsumen.

3.2 Saran
Mencermati hal itu, pemerintah harus turun tangan untuk menurunkan harga kedelai, guna menyelamatkan para perajin tahu dan tempe, serta menjamin sumber gizi protein murah bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, menugasi Perum Bulog untuk kembali menangani pengadaan kedelai. Sebab, dikhawatirkan lonjakan harganya saat ini akibat ulah importir yang mempermainkan harga. Jika ditangani Bulog, pemerintah bisa ikut campur menstabilkan harga jika sewaktu-waktu harga melambung.
Kedua, pemerintah harus memastikan kebijakan penghapusan bea masuk 59 komoditas bahan pangan yang dikeluarkan akhir Januari lalu segera terealisasi. Jangan sampai kebijakan yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan itu tak terimplementasi di lapangan. Ketiga, pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, harus mulai memikirkan upaya meningkatkan produktivitas kedelai di dalam negeri, mengingat komoditas tersebut sangat terkait dengan hajat hidup rakyat kebanyakan. Hal itu juga mengingat kedelai adalah sumber gizi protein yang murah. Selain itu, Kementerian Pertanian perlu memikirkan dan memasyarakatkan komoditas biji-bijian lain yang bisa menjadi substitusi dari kedelai dalam proses produksi tahu dan tempe. Ini penting menjadi alternatif solusi bagi perajin tahu dan tempe.


DAFTAR PUSTAKA





No comments:

Post a Comment