UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
PENGARUH HARGA KEDELAI
TERHADAP MAKANAN OLAHAN KEDELAI DAN IMPORT KEDELAI PADA TAHUN 2012
Disusun Oleh:
Nama : Sherly
Selestin
NPM : 26211739
Kelas : 3EB02
Jurusan : Akuntansi
Diajukan guna memenuhi nilai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2#
DEPOK
2013
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT.
seiring dengan selesainya tugas penulisan”PENGARUH HARGA KEDELAI TERHADAP
MAKANAN OLAHAN KEDELAI DAN IMPORT KEDELAI PADA TAHUN 2012” yang merupakan judul
penulisan ilmiah yang disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia 2#.
Penulisan ilmiah ini
terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dan pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karaya ilmiah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada karya ilmiah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya.
Akhir kata tiada sesuatu apapun yang sempurna di dunia ini,
demikian pula dengan penulisan ilmiah ini. Semoga penulisan ilmiah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Depok, Oktober 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………..i
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..ii
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah………………………………………………….1
1.2
Ruang
Lingkup…………………………………………………………….2
1.3
Tujuan dan Manfaat
Penulisan…………………………………………..2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi
pangan di Indonesia……………………………………………..4
2.2 Dampak harga kedelai terhadap import kedelai dan nasib pengrajin
makanan olahan……………………………………………………………….5
2.3 Rutinitas Impor Kedelai…………………………………………………...6
2.4 Subsidi Kedelai…………………………………………………………….8
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………9
3.2
Saran………………………………………………………………………..9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…….iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kedelai sebagai salah satu komoditi pertanian
yang berperan sebagai sumber daya penghasil protein terbaik manusia merupakan
kebutuhan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan akan nutrisi pada tubuh
manusia. Selain itu, bagi masyarakat Indonesia kedelai telah menjadi kebutuhan
pokok dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan penggunaan kedelai tersebut
sebagai bahan lauk-pauk dan pelengkap makanan lainnya, seperti pengolahannya menjadi
tempe, tahu, dan kecap. Hal tersebut mengakibatkan tingginya permintaan kedelai
di pasar dalam negeri terutama untuk memenuhi permintaan rumah tangga.
Sementara itu ironisnya, produksi kedelai dari dalam negeri sendiri justru
terus mengalami penurunan bahkan mengakibatkan peningkatan terhadap kuantitas
kedelai impor di pasar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun industri di
dalam negeri.
Semakin menurunnya kuantitas produksi kedelai
dalam negeri ini menurut Wakil Menteri Perdagangan diakibatkan oleh adanya
penurunan luas lahan daripada areal pertanian sendiri, seperti semakin
gencarnya alih fungsi lahan pertanian menjadi area pemukiman dan lainnya.
Selain itu, permasalahan ini juga disebabkan oleh kurangnya insentif yang
dimiliki petani untuk membeli bibit kedelai, dan rendahnya daya saing kedelai
Indonesia dengan komoditi kedelai impor yang notabene justru memiliki harga
yang jauh lebih murah dibanding kedelai lokal.
1.2 Ruang Lingkup
·
Menjelaskan bagaimana pengaruh
harga kedelai terhadap makanan olahan kedelai
·
Menjelaskan bagaimana pengaruh
harga kedelai terhadap import kedelai pada awal tahun 2013
·
Menjelaskan apa saja bantuan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan harga kedelai yang melonjak tajam
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan penulis membahas pengaruh harga kedelai adalah:
·
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh harga kedelai terhadap makanan olahan kedelai
·
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh harga kedelai terhadap import kedelai pada awal tahun 2013
·
Untuk mengetahui apa saja bantuan
dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan harga kedelai yang melonjak tajam
1.3.2 Manfaat
Manfaat yang didapat dalam pembahasan ini adalah:
·
Agar penulis dan pembaca dapat
lebih memahami faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan harga kedelai yang
terjadi hampir diseluruh kota besar di Indonesia.
·
Diharapkan dapat menjadi masukkan
untuk pemerintah agar harga kedelai tetap stabil terhadap perekonomian
perdagangan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi pangan di Indonesia
Kondisi krisis pangan di Indonesia tahun ini cukup
mengkhawatirkan. Di tengah harga pangan dunia yang melonjak, ancaman terjadinya
kekurangan pasokan kini menghantui Indonesia. Hal itu ditandai dengan terus
melonjaknya harga bahan pangan. Kondisi tersebut tentu semakin memberatkan
beban hidup masyarakat, terutama rakyat miskin.
Harga kedelai, misalnya, terus meningkat, dari sekitar Rp 3.800
tahun lalu, kini telah mencapai Rp 6.800 bahkan hingga Rp 8.000 per kg.
Kenaikan tersebut sebagai dampak pemenuhan kebutuhan kedelai nasional masih
harus diimpor, sehingga sangat rentan dengan fluktuasi harga di pasar
internasional.
Kondisi ini sejalan dengan peringatan dari Organisasi Pangan dan
Pertanian Dunia (FAO), bahwa tahun ini dunia terancam krisis pangan, sebagai
dampak dari perubahan iklim. Sejak tahun lalu, harga komoditas pangan meningkat
tajam, akibat kurangnya pasokan dari seluruh dunia.
Kenaikan harga kedelai, sangat memukul rakyat miskin di Indonesia.
Sebab, kedelai merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe, di mana
sebagian besar produsennya adalah kelompok usaha kecil dan menengah. Tak hanya
perajin tahu tempe yang mengalami kesulitan karena melonjaknya harga kedelai,
konsumen rakyat kecil juga terkena dampaknya. Hal itu mengingat tahu dan tempe
merupakan sumber gizi protein yang harganya relatif paling terjangkau oleh daya
beli masyarakat miskin.
2.2 Dampak harga kedelai
terhadap import kedelai dan nasib pengrajin makanan olahan
Kebergantungan yang tinggi pada kedelai impor, membuat para
perajin tahu tempe kesulitan untuk beradaptasi dengan kondisi harga yang
tinggi. Sebab, mereka harus berhadapan dengan kenyataan masih rendahnya daya
beli mayoritas konsumen. Tidak banyak alternatif untuk menyiasati kenaikan
harga kedelai tersebut. Sampai saat ini, belum ditemukan komoditas biji-bijian
yang bisa menjadi substitusi bahan baku tahu dan tempe, sehingga pengusaha tak
kelimpungan manakala harga kedelai melambung seperti saat ini. Alhasil, upaya
untuk menyiasatinya hanyalah menaikkan harga jual atau memperkecil ukuran
produk. Tentu saja hal itu akan merugikan konsumen, yang umumnya rakyat kecil.
Dampak dari melambungnya harga kedelai sungguh nyata. Gabungan
Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Gakopttindo) mencatat, dari sekitar
115.000 perajin tahu tempe di Indonesia, 5.000 di antaranya telah gulung tikar.
Mereka yang terpaksa menutup usahanya adalah pengusaha kecil dan menengah yang
umumnya mempekerjakan dua hingga tiga tenaga kerja. Dari situ terlihat bahwa
dampaknya puluhan ribu orang menganggur, dan masih banyak lainnya yang terancam
bernasib sama.
Selama ini, kebutuhan kedelai untuk 115.000 pengusaha tahu tempe
mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 1,5 miliar kg per tahun. Jika kenaikan harga
kedelai rata-rata Rp 2.000 per kg, berarti ada Rp 3 triliun, atau rata-rata Rp
30 juta per pengusaha per tahun, yang seharusnya menjadi pendapatan mereka.
Gambaran ini tentu sangat merugikan.
Secara umum, kenaikan harga kedelai juga sangat berpotensi
mendorong laju inflasi tahun ini. Sejak awal Badan Pusat Statistik (BPS)
mengingatkan potensi inflasi tinggi 6,96 persen, melampaui target pemerintah
5,3 persen. Faktor pemicunya adalah lonjakan harga beras. Kondisi tersebut
berlanjut pada Januari 2011, di mana BPS mencatat inflasi bulanan mencapai 0,89
persen, dan inflasi year on year mencapai 7,02 persen. Dari laju inflasi 0,89
persen tersebut, komponen bahan makanan menyumbang 0,57 persen, jauh di atas
komponen inflasi lainnya.
Problem mahalnya harga kedelai dalam sepekan yang menembus kisaran
Rp 9.000 per kilogram (kg), membuat para pengrajin tahu dan tempe terancam
menghentikan produksinya. Sejumlah media massa memberitakan bahwa di
beberapa daerah banyak pengrajin tahu dan tempe mengeluhkan tingginya harga
kedelai. Mereka menggantungkan pada tempe sebagai bahan baku produksi
tahu dan tempe. Untuk tetap bertahan, mereka melakukan berbagai strategi,
misalnya dengan memperkecil ukuran dan volume hingga mencapai 50% dari
biasanya.
Sampai kapan para pengrajin itu akan mampu bertahan? Sementara
rupiah masih cenderung melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Rupiah
anjlok dari Rp 9.800 per dolar AS, saat ini mendekati Rp 11.000 per
dolar AS.
Konsumsi kedelai di Indonesia dalam setahun mencapai 2,25 juta
ton, sementara jumlah produksi nasional mampu memasok kebutuhan kedelai hanya
sekitar 779 ribu ton. Kekurangan pasokan sekitar 1,4 juta ton, ditutup dengan
kedelai impor dari Amerika Serikat (Kemendag, 2013).
Pemerintah melalui Perum
Bulog melakukan impor kedelai dengan mengacu pada Keputusan Presiden
Nomor 23 tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden RI pada 8 Mei 2013. Dalam
jangka pendek, impor diharapkan mampu menjaga stabilitas harga kedelai,
dan membatasi munculnya spekulan.
2.3 Rutinitas Impor
Kedelai
Produksi kedelai dalam negeri ternyata belum mampu memenuhi
seluruh kebutuhan domestik dalam setahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan
tersebut setiap tahun Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika Serikat (AS) dan
Brazil yang mencapai 70-80% dari total kebutuhan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian tingkat kebutuhan
konsumsi kedelai masyarakat Indonesia setiap tahunnya mencapai kisaran 2,2-2,5
juta ton, sedangkan kemampuan produksi dalam negeri hanya mencapai 700-800
ribu.
Produktivitas dan Produksi Kedelai Berdasarkan Luas Panen di
Indonesia
Tahun
2008-2011
Tahun
|
Luas Panen (Ha)
|
Produksi (Ton)
|
Produktivitas (Ku/Ha)
|
2008
|
590 956
|
775 710
|
13,13
|
2009
|
722 791
|
974 512
|
13,48
|
2010
|
660 823
|
907 031
|
13,73
|
2011
|
631 425
|
870 068
|
13,78
|
Sumber: BPS, 2012
Dari table produksi kedelai nasional dari tahun 2008 sampai 2011
mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Pada
tahun 2011 terjadi penurunan menjadi 870.068 ton sehingga tidak bisa mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai nasional dilihat dari data konsumsi
permintaan kedelai Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (KOPTI, 2012),
yaitu rata-rata kebutuhan sebanyak 1,8 juta ton.
Dengan kondisi demikian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
pemerintah mau tidak mau harus melakukan pengadaan impor kedelai.
2.4 Subsidi Kedelai
Untuk menjamin kelangsungan produksi tahu dan tempe, pemerintah
perlu memberi berbagai insentif di sektor pertanian dan pemberian subsidi
kepada para produsen . BPS mencatat terdapat 115 ribu unit usaha tahu dan tempe
di seluruh Indonesia , yang kebanyakan tersebar di Jawa Tengah, Jawa
Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, Jakarta dan kota besar lainnya.
Tingkat harga kedelai saat ini sudah dalam batas kewajaran dengan
selisih harga yang jauh dari harga jual komoditas kedelai di tingkat pengrajin
(HJP) Tahu/Tempe yang telah ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 7.700 per kilogram
sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.37/M-DAG/PER/7/2013,
sehingga perlu upaya mendesak dilakukan berupa pemberian subsidi harga kepada
pengrajin tahu dan tempe sebesar Rp 1000 per kilogram.
Adapun pengrajin tahu dan tempe yang mendapatkan subsidi harga
sebaiknya dibatasi berdasarkan rasio jumlah kebutuhan kedelai mencapai 100
kilogram karena lebih dari 100 kilogram biasanya sudah termasuk pengrajin besar
ataupun sekelas supermarket.
Pemerintah juga diharapkan terus
mendukung dan membantu bagi upaya para petani kedelai di Indonesia, terutama
mengenai perbaikan kondisi infrastruktur, pemberian kredit, dan bantuan pasca
panen dengan tidak melupakan tolak ukur yang sangat penting, adalah bagaimana
suatu kebijakan dapat mensejahterakan masyarakat secara umum sekaligus
mewujudkan ketahanan pangan yang diinginkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melihat kenyataan tersebut, tak tertutup kemungkinan ke depan
kedelai akan memicu lonjakan inflasi kelompok bahan pangan, yang pada akhirnya
mendorong laju inflasi secara keseluruhan. Tentu saja ancaman tersebut adalah
kabar buruk bagi perekonomian nasional. Rakyat akan semakin menjerit akibat
beban hidup yang bertambah berat. Pengusaha pun terhimpit oleh biaya produksi
yang tinggi dan anjloknya daya beli konsumen.
3.2 Saran
Mencermati hal itu, pemerintah harus turun tangan untuk menurunkan
harga kedelai, guna menyelamatkan para perajin tahu dan tempe, serta menjamin
sumber gizi protein murah bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga hal yang bisa
dilakukan pemerintah. Pertama, menugasi Perum Bulog untuk kembali menangani
pengadaan kedelai. Sebab, dikhawatirkan lonjakan harganya saat ini akibat ulah
importir yang mempermainkan harga. Jika ditangani Bulog, pemerintah bisa ikut
campur menstabilkan harga jika sewaktu-waktu harga melambung.
Kedua, pemerintah harus memastikan kebijakan penghapusan bea masuk
59 komoditas bahan pangan yang dikeluarkan akhir Januari lalu segera
terealisasi. Jangan sampai kebijakan yang sangat penting bagi pemenuhan
kebutuhan pangan itu tak terimplementasi di lapangan. Ketiga, pemerintah,
melalui Kementerian Pertanian, harus mulai memikirkan upaya meningkatkan
produktivitas kedelai di dalam negeri, mengingat komoditas tersebut sangat
terkait dengan hajat hidup rakyat kebanyakan. Hal itu juga mengingat kedelai
adalah sumber gizi protein yang murah. Selain itu, Kementerian Pertanian perlu
memikirkan dan memasyarakatkan komoditas biji-bijian lain yang bisa menjadi
substitusi dari kedelai dalam proses produksi tahu dan tempe. Ini penting
menjadi alternatif solusi bagi perajin tahu dan tempe.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment